Minggu, 05 Februari 2012

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah, berpegang teguh kepada agama-Nya, dan tidak berpecah belah dalam beragama dengan membuat aturan-aturan baru dalam mendekatkan diri kepadaNya. Mari kita bersungguh-sungguh dalam menanamkan kecintaan kita kepada Allah pada diri kita dengan cinta yang sebenarnya, karena cinta kepada Allah adalah prinsip dari agama dan pondasi dari ibadah kita serta tanda dari keimanan yang benar kepadaNya. Allah berfirman,



 وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّه 
"Adapun orang-orang yang beriman, amat sangat cintanya kepada Allah." 
(QS. Al-Baqarah: 165)

Cinta kepada Allah memiliki tanda-tanda. Diantara tanda-tanda tersebut adalah ta'at kepada utusan Allah. Allah berfirman,

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ  
"Katakanlah, 'Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." 
(QS. Ali Imran: 31)

Firman Allah tersebut menjelaskan kepada kita bahwa ketika kita mencintai Allah hal tersebut dibuktikan dengan ittiba' (mengikuti) kita kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Termasuk tanda cinta kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam adalah meninggalkan apa yang beliau shalallahu 'alaihi wasallam larang diantaranya yaitu mengada-adakan ibadah yang tidak pernah disyari'atkan atau yang diistilahkan dengan bid'ah, dan meninggalkan berbagai hal yang merupakan bentuk penyelisihan terhadap ajaran yang dibawa oleh beliau shalallahu 'alaihi wasallam. Allah berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِي
"Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (yaitu Rasul) takut akan ditimpa musibah atau ditimpa azab yang pedih." (QS. an-Nur: 63)

dan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam,
"Hati-hatilah kalian dari mengada-adakan hal-hal yang baru dalam agama, karena hal-hal yang baru tersebut adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan." (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh Syaikh al Albani)

Dengan demikian, jelaslah bahwa cinta kepada Allah dan RasulNya bukanlah sekedar pengakuan atau dengan membuat ibadah-ibadah dan seremonial-seremonial yang tidak pernah disyari'atkan. Namun cinta kepada Allah dan RasulNya dibuktikan dengan kesungguhan dalam menjalankan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan membelanya serta mengikutinya dengan baik.

Setelah kita mengayahui bahwa tanda cinta kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bukanlah dengan mengada-adakan ibadah yang tidak disyari'atkan, maka bukti cinta seseorang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pun tidak diwujudkan dengan merayakan hari kelahiran beliau shalallahu 'alaihi wasallam. Hal tersebut karena perayaan hari kelahiran beliau shalallahu 'alaihi wasallam adalah ibadah yang diada-adakan dalam agama Islam. Namun, tidak berarti kita tidak mensyukuri kelahiran atau diutusnya beliau shalallahu 'alaihi wasallam. Bahkan, diutusnya beliau shalallahu 'alaihi wasallam adalah nikmat Allah yang paling besar bagi penduduk bumi ini. Namun, sekali lagi, mensyukuri nikmat yang besar ini dan mencintai Rasul yang paling mulia ini tidaklah dengan merayakan hari kelahirannya. Selain itu, yang harus kita syukuri tidak semata-mata pada kelahiran beliau shalallahu 'alaihi wasallam namun diutusnya beliau shalallahu 'alaihi wasallam merupakan hal yang harus kita syukuri. Karena Allah berfirman,

لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ  
"Sungguh Allah telah memberi nikmat kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di anatara mereka rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, serta mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Sesungguhnya sebelum itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Ali Imran: 164)

Oleh karena itu, merayakan hari kelahiran nabi shalallahu 'alaihi wasallam adalah perbuatan bid'ah yang diada-adakan dalam agama, tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia. Dan begitu pula perlakuan generasi terbaik berikutnya dari kalangan tabi'in serta imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i Ahmad, dan para imam Ahlus Sunnah berikutnya rohimahullah.

Kalaulah perayaan ini adalah ibadah, tentu telah dijelaskan oleh Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan lebih dahulu diamalkan oleh para sahabatnya, karena mereka adalah orang-orang yang paling cinta kepada Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang yang paling memuliakan beliau shalallahu 'alaihi wasallam. Namun, sebagaimana tersebut dalam sejarah, bahwa perayaan ini dimunculkan pada abad ke-6 dalam rangka meniru kaum Nashrani yang mengada-adakan amalan baru dalam agama mereka, yaitu merayakan kelahiran Nabi 'Isa 'alaihissalam.

Jadi, tentu saja ini (maulid nabi) adalah amalan yang bathil dan bentuk berlebih-lebihan terhadap Nabiyullah Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Nabi kita shalallahu 'alaihi wasallam telah melarang umatnya untuk berlebih-lebihan terhadap beliau shalallahu 'alaihi wasallam sebagaimana kaum Nashrani bertindak berlebih-lebihan dalam mengagungkan Isa 'alaihissalam.

Banyak kebathilan yang terjadi dalam acara maulid nabi ini. Selain acara yang tidak disyari'atkan dalam perayaan maulid ini juga terjadi campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Bahkan, pada acara tersebut dikumandangkan syair-syair yang berbau syirik ataupun bid'ah, seperti shalawat Nariyah, shalawat Badr, dan semisalnya. Yang juga tidak kalah aneh, orang-orang yang mengikuti acara ini kebanyakannya justru jauh dari menjalankan sunnah Rasul. Padahal bentuk syukur yang semestinya adalah mengikuti dan membela sunnah beliau shalallahu 'alaihi wasallam, karena sebaik-baik kebaikan adalah mengikuti petunjuk beliau dan sejelek-jelek perbuatan adalah mengada-adakan ibadah yang tidak pernah diajarkan oleh beliau shalallahu 'alaihi wasallam.

Wallahu'alam.

Dikutip dari: Majalah Asy Syariah 

1 komentar: